Menurut teory
genetika: gen itu tidak bersifat kekal, gen akan mengalami perubahan secara
pelan atau cepat (adaptasi). Akan terseleksi oleh ; alam/iklim, lingkungan,
tanah, pakan, penyakit, dan cara pemeliharaan... Dan yg paling fatal adalah
kesalahan para pendahulu yg menjual ayam jantan terbaik, dan tidak mengawinkan
ayam terbaik tersebut dengan alasan takut suaranya berubah, ini yg paling besar
menguras potensi genetik, sehingga kwalitas ayam selanjutnya menurun...
Mengapa kami
mengadopsi Teory Population Genetics by: Steven Van Breemen
Dasar pemikiran berawal dari pengalaman pendahulu yang gagal mempertahankan standard kualitasnya dan terus menurun. Dan banyak ayam2 juara yg terputus generasinya. Teory Population Genetics (teory galur murni) dimana kelompok galur murni tsb dahulu secara tdk sengaja terbentuk melakukan pelestarian melalui perkawinan tertutup (inbreeding) kandang sendiri demi sehingga ketersediaan gen reverse dngn tingkat homosigositas yg tinggi, yang memungkinkan juga terbentuknya fixed strain genetics.
Tujuan utama teori
population genetics adalah untuk melestarikan karakter/ sifat-sifat unggul dari
indukan (untuk mudahnya kita pake saja istilah “geno-type”) , dan
bukan mempertahankan ciri-ciri fisik (feno-type). Dgn kata lain,
tujuan teori ini adlh menciptakan Final strain Genetics moyangnya
(ancestors) yang kuat/ fixed.
Metode ini
merupakan pengembangan dari Teory Gregory Mendel yg dimodifikasi. Aplikasinya
dengan menggunakan prinsip Cross Breed, Inbreed dan Line breed secara
sistematis dan tercatat dgn detail.
Tujuan metode ini
adalah membangun suatu populasi yang ada dalam kandang dengan ciri-ciri
genetika yang kurang lebih sama (homogen). Dari kesamaan karakter ini, kita
akan mampu memunculkan hasil ternak yang selalu stabil mutunya.
Inbreed :
Perkawinan antara dua individu yg memiliki hubungan darah sangat dekat. Yaitu :
Ibu dgn anak, bapak dgn anak dan anak vs anak.
Line breed :
Perkawinan dua individu yg memiliki hubungan darah tidak terlalu jauh. Contoh :
Kakek vs cucu, paman vs keponakan, dll.
Cross breed :
Perkawinan antara 2 individu yg tidak memiliki hubungan darah. Atau minimal
hubungan darahnya terlalu jauh.
Teori population
genetics hanya cocok diterapkan oleh breeder yang serius, konsisten dan
mempunyai visi jauh ke depan karena memakan waktu yang lama, berikut
penerapannya di lapangan :
Tahapan ternak berdasar
teori ini :
1. Cross
breed —–> 2. inbreed —–> 3. line breed
Catatan Paling
Penting !!!
Pakailah metode “
3 time in and once out ” 3 kali nelur dengan induk/jago yg selalu sama,
baru yang ke 4 keluar utk proses selanjutnya.
Sebelum mulai
ternak, kita harus hunting mencari Bibit yg paling sempurna sesuai kriteria
khayalan kita tsb. Memakai ayam juara lebih dianjurkan.walau susah dan
mahal..Cross breed 1 ini dianggap tahap yg paling penting utk pondasi tahapan
breeding berikutnya. Hasil anakan 90% harus rata karakternya. Ini untuk
menghindari resiko besar pada tahapan breeding selanjutnya (inbreed), dan
menghindari set back yg bisa membuang waktu percuma.
Selain itu anda
sudah benar-benar menjatuhkan pilihan pasangan ayam terbaik yang bisa anda
dapatkan ingat Teory seorang breeder bernama Tan Bark, “Good breeding is
only a matter of intelligent selection of brood fowl” (Tan Bark, Game
Chickens and How to Breed Them). Pemuliabiakan tak lain hanyalah masalah
kecerdasan dalam memilih indukan untuk dibiakkan.
Prinsip tahapan
Breeding yang kita pakai:
Generasi ke 1 :
Cross Breed/ In Breed
Bapak Pejantan +
Induk betina
Menghasilkan anak
dengan komposisi gen ½. gabungan gen 2 induknya, jadi si anak mendapat ½ gen
bapaknya, dan ½ lagi dari induknya…itu teory nya.
Generasi ke 2 :
Line Breed
Bapak Pejantan +
anak betina
Menghasilkan anak
dengan komposisi gen ¾
Generasi ke 3 :
Line Breed
Bapak Pejantan +
cucu betina
Menghasilkan anak
dengan komposisi gen 7/8
Generasi
ke 4: Line Breed/ Cross Breed
Menghasilkan anak
dengan komposisi gen 15/16 terbaik. Ayam dgn karakter sempurna yg sangat dominant/
Final Strain.
Aplikasi teori
population genetics menuntut adanya sistem seleksi yg ekstra ketat.
Anakan hasil
inbreed, biasanya tidak memiliki ‘vitalitas’. Yaitu rentan terhadap penyakit,
dan fisik/staminanya loyo. Ini tidak menjadi masalah, karena tujuan utamanya
adalah untuk parental stock, bukan untuk dijadikan (Final), nanti pada
akhirnya, kurangnya vitalitas ini dapat diperbaiki melalui seleksi tahapan
berikutnya.
Di sini lagi-lagi
diperlukan “feeling” dan keahlian dalam melakukan seleksi. Agar kita bisa
melakukan seleksi, misalnya untuk mengambil 1 pasang pada setiap generasi kita
tetaskan 3 X. Maka dari situlah dilakukan seleksi untuk menentukan 1 pasang yg
akan melanjutkan karakter moyangnya (ancestors). Semakin banyak pilihan yg akan
diseleksi, akan semakin bagus.